اللهُ أَكْبَر ،اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، وَللهِ الْحَمْدُ
Idul Adha adalah salah satu hari raya dalam agama Islam yang di dalamnya menyimpan berbagai peristiwa monumental dari peradaban kehidupan di bumi. Peristiwa tersebut selanjutnya diabadikan dalam sebuah ritual ibadah. Dua ibadah yang sangat identik dengan Hari Raya Idul Adha adalah ibadah kurban dan haji. Kedua ibadah ini mengandung nilai keteguhan dan keimanan dan menjadi bukti pengorbanan yang di dasari dengan penuh keikhlasan dan kesabaran.
Ibadah kurban adalah ibadah yang berawal dari sejarah ketika Nabi
Ibrahim mendapatkan perintah untuk mengorbankan putranya, Ismail, dengan
cara disembelih. Berbekal keimanan yang tinggi, Nabi Ibrahim pun
melaksanakan perintah yang disampaikan Allah melalui sebuah mimpi.
Namun, sebelum Nabi Ibrahim menyembelih Ismail, malaikat membawa seekor
kambing dari surga sebagai ganti untuk disembelih. Peristiwa ini
diabadikan dalam Al-Qur’an surat Asshoffat: 102
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ
أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا
تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Artinya:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama
Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam
mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia
menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Dari sejarah inilah umat Islam diperintahkan untuk menyembelih
hewan kurban yang pada hakikatnya merupakan sebuah ibadah untuk
mengingatkan kita semua untuk kembali kepada tujuan hidup, yaitu
beribadah kepada Allah. Disebutkan dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzaariyaat:
56
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku.”
Hikmah
dari ujian Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya adalah
keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah SWT. Keikhlasan menjadi
salah satu kunci untuk memperoleh ridha Allah dengan menjalankan apa
yang menjadi perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya. Jika kita
melaksanakan ibadah tanpa didasari oleh keikhlasan maka niscaya yang
kita lakukan akan menjadi sebuah kesia-siaan belaka.
إِنَّ اللَّهَ لا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
Artinya:
Allah tidak menerima amal, kecuali amal (ibadah) yang dilandasi
keikhlasan dan karena mencari keridhaan Allah SWT (HR. Nasa’i)
Dalam berkurban kita harus ikhlas dan siap mengorbankan sebagian
harta kita untuk orang lain yang pada hakikatnya perlu kita camkan bahwa
semuanya adalah milik Allah SWT. Dikarenakan ibadah kurban adalah untuk
Allah SWT maka sudah seharusnya kita memberikan hewan kurban yang
terbaik yang kita punya. Prinsip ini akan menjadi bagian dari ketaatan
kita kepada Allah.
Hikmah lain dari ibadah
kurban dapat dilihat dari makna kata kurban itu sendiri. Kurban dalam
Bahasa Indonesia berarti dekat. Oleh karena itu, kurban dapat diartikan
mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan segala perintah dan
menjauhi larangan-Nya melalui wasilah hewan ternak yang dikurbankan atau
disembelih.
Ibadah selanjutnya yang identik dengan Hari Raya Idul Adha adalah
ibadah haji ke Tanah Suci Makkah. Ibadah haji merupakan kewajiban bagi
kita umat Islam yang memiliki kemampuan. Hal ini ditegaskan oleh Allah
dalam firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 97:
وَلِلَّهِ
عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَا عَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن
كَفَرَ فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari
semesta alam.“
Mampu melaksanakan Rukun Islam
yang kelima ini memiliki artian siap untuk mengorbankan harta yang
dimiliki sebagai wujud syukur atas nikmat harta dan kesehatan untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kesiapan kita mengorbankan harta
untuk menjadi tamu Allah di Baitullah sekaligus mengajarkan kepada kita
untuk menjauhi sifat kikir dan cinta terhadap kekayaan materi.
Pengorbanan
kita dalam berhaji juga mengajarkan kepada kita untuk tidak
membangga-banggakan kekayaan ataupun kelebihan yang kita miliki karena
pada dasarnya semua itu adalah karunia dan anugerah dari Allah. Sudah
seharusnya semua itu kita syukuri untuk menjadi modal kita untuk tekun
beribadah kepada Allah SWT.
Ibadah haji juga
mengajarkan kepada kita untuk saling membantu dan saling bekerja sama
dengan orang lain. Seperti yang kita ketahui, perjalanan ibadah haji
ditempuh dengan berduyun-duyun dalam sebuah perjalanan yang penuh dengan
tantangan kesulitan dan pengorbanan.
Di
dalamnya harus diikuti dengan semangat juang tinggi tanpa putus asa
disertai dengan kedisiplinan dan kesabaran untuk mencapai sebuah tujuan.
Akhlaqul Karimah kepada sesama manusia juga harus dikedepankan diiringi
dengan kesadaran bahwa niat kebaitullah adalah untuk beribadah. Bukan
untuk yang lain.
Dengan niat yang benar, ibadah
haji harus dapat membangkitkan semangat dan kesadaran diri untuk saling
mengingatkan dalam kebenaran, menasehati dalam kesabaran dan menebarkan
kasih sayang kepada seluruh ciptaan Allah SWT.
Dengan hanya mengenakan kain ihram berwarna putih, para jamaah
diingatkan dengan kain kafan ciri khas dari kematian yang pasti akan
datang kepada setiap yang bernyawa. Kita berasal dari Allah dan hanya
kepada-Nyalah kita akan kembali. Kita pasti akan berpisah dengan semua
yang kita cintai dan berpisah dengan yang mencintai kita. Semua akan
kembali kepada sang pemilik yang hakiki, Allah SWT.
Dalam
ibadah haji, jamaah juga melakukan ibadah lainnya seperti Tawaf
mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali dan melakukan lari kecil dari
bukit Shafa ke bukit Marwah yang dinamakan dengan Sa'i. Dalam ibadah ini
para jamaah berdoa untuk senantiasa mendapatkan pertolongan Allah SWT
dan perlindungan dari dosa yang timbul dari hawa nafsu dan godaan Setan.
Ibadah
Towaf dan Sa'i memiliki makna yang mendalam agar kita senantiasa
berusaha tanpa henti dan berhijrah melalui bentuk aktivitas berlari
untuk meraih kemuliaan dengan berserah diri kepada Allah. Dengan
senantiasa membersihkan hati dari sifat yang tercela, kita harus
menanamkan tekad untuk mencapai puncak kesucian.
Allah SWT telah menjanjikan Surga Allah SWT kepada umat Islam yang
melaksanakan haji dengan niat tulus karena Allah dan dapat meraih
predikat mabrur.
الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
Artinya: haji yang mabrur tiada balasan baginya kecuali surga (HR. Nasa’i).
Lalu,
apa yang dimaksud dengan haji mabrur? Haji mabrur adalah haji yang
tidak tercampuri kemaksiatan. Hal ini sesuai dengan makna kata
“al-mabrur” yang diambil dari kata al-birr yang artinya adalah ketaatan.
Dengan kata lain haji mabrur adalah haji yang dijalankan dengan penuh
ketaatan sehingga tidak tercampur dengan dosa. Haji mabrur juga
merupakan haji yang maqbul atau diterima oleh Allah dan akan dibalas
dengan al-birr (kebaikan) yaitu pahala.
Haji
mabrur dapat ditandai dengan terlihatnya seseorang menjadi lebih baik
dari sebelumnya dan tidak mengulangi perbuatan maksiat dan dosa yang ia
lakukan.
Dengan hikmah dua ibadah ini yaitu kurban dan haji, sudah merupakan
kewajiban bagi kita selaku umat Islam untuk menyakini bahwa Allah
memiliki tujuan dalam memberikan setiap perintah kepada manusia. Allah
pasti akan memberikan yang terbaik kepada kita jika kita juga berbuat
baik dan mematuhi perintah-Nya. Keyakinan dan keikhlasan untuk mematuhi
perintah-Nya akan membawa kebaikan kepada kita.
di kutip dari
https://www.nu.or.id/post/read/80896/khutbah-idul-adha-mengurai-makna-ibadah-kurban-dan-haji